Kamis, 15 Oktober 2015




KEANEKA RAGAMAN KEBUDAYAAN JAKARTA 

(SUKU BETAWI)



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhd7qaiLWx3aoVw0_pXs2MGr1Jvowbc_zXZeBQje7h4nejeOOM3xAXkRWFGUO_vS_xS4GeTvN4EaPznBpKhLTyozDkU7J7Nk4srWWUlEwjI5V_y41HMtcZ0uNKlvRaQcuvg1AcVqaUdA7ot/s320/wakwaa.jpg


Asal-usul Suku Betawi

Jakarta yang berstatus sebagai ibu kota negara Republik Indonesia merupakan suatu kawasan administratif. Jakarta, selain menjadi pusat pemerintahan juga dikenal sebagai kota perdagangan dan kebudayaan. Di Jakarta ada suku yang sangat unik, metropolis, mengenal budaya kota jauh lebih dulu ketimbang New York yang urban, suku itu adalah suku Betawi. Bagi kita yang tinggal di Jakarta suku Betawi sesungguhnya tidak asing bahkan menjadi bagian budaya dari orang- orang yang lahir dan besar di Jakarta.

Suku betawi ini mengaku dirinya adalah suku asli dari jakarta padahal Pada tahun1930, kategori orang Betawi yang sebelumnya tidak pernah ada justru muncul sebagai kategori baru dalam data sensus tahun tersebut. Jumlah orang Betawi sebanyak 778.953 jiwa dan menjadi mayoritas penduduk Jakarta waktu itu.

Suku Betawi berasal dari hasil kawin-mawin antaretnis dan bangsa di masa lalu. Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa yang didatangkan oleh Belanda ke Batavia. Apa yang disebut dengan orang atau suku Betawi sebenarnya terhitung pendatang baru di Jakarta. Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan berbagai kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta, seperti orang SundaJawaBaliBugisMakassarAmbon, dan Melayu serta suku-suku pendatang, seperti ArabIndiaTionghoa, dan Eropa.

Pengakuan terhadap adanya orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnis dan sebagai satuan sosial dan politik dalam lingkup yang lebih luas, yakni Hindia Belanda, baru muncul pada tahun 1923, saat Husni Thamrin, tokoh masyarakat Betawi mendirikanPerkoempoelan Kaoem Betawi. Baru pada waktu itu pula segenap orang Betawi sadar mereka merupakan sebuah golongan, yakni golongan orang Betawi.

Ada juga yang berpendapat bahwa orang Betawi tidak hanya mencakup masyarakat campuran dalam benteng Batavia yang dibangun oleh Belanda tapi juga mencakup penduduk di luar benteng tersebut yang disebut masyarakat proto Betawi. Penduduk lokal di luar benteng Batavia tersebut sudah menggunakan bahasa Melayu, yang umum digunakan di Sumatera, yang kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Suku Betawi merupakan perpaduan dari beberapa etnis yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta, seperti: etnis Sunda, Jawa, Arab, Bali, Sumbawa, Ambon, Melayu dan Tionghoa. Dari beberapa suku-suku tersebut kemudian terjadi perkawinan silang antar suku dan munculah suku betawi yang mendiami daerah Jakarta dan sekitarnya.





Sistem kepercayaan yang ada pada Suku Betawi

Sebagaimana kebudayaan yang lain, kebudayaan Betawi juga mempunyai  sistem kebudayaan. Sistem dari masing-masing kebudayaan yang ada di Indonesia pasti berbeda. Lebih jelasnya, berikut terdapat pembahasan mengenai sistem-sistem tesebut, diantaranya adalah sebagai berikut :

Ä   Sistem Religi

Sebagian besar Orang Betawi menganut agama Islam, tetapi yang menganut agama Kristen Protestan dan Katolik juga ada namun hanya sedikit sekali. Menurut H. Mahbub Djunaidi kebudayaan betawi sebagai suatu subkultur hampir tidak bisa dipisahkan dengan agama Islam. Agama Islam sangat mengakar dalam kebudayaan Betawi terlihat dalam berbagai kegiatan masyarakat betawi dalam menjalani kehidupan.

Di antara suku Betawi yang beragama Kristen, ada yang menyatakan bahwa mereka adalah keturunan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis. Hal ini wajar karena pada awal abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda mengadakan perjanjian dengan Portugis yang membolehkan Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda Kalapa sehingga terbentuk komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Kejadian ini juga berdampak terjadinya proses pertukaran agama melalui perkawinan campuran antara orang Portugis dengan penduduk lokal. Komunitas Portugis ini sekarang masih ada dan menetap di daerah Kampung TuguJakarta Utara.

      Umumnya masyarakat Betawi ini memang beragama Islam, ini dapat terlihat dari kegiatan keagamaan sehari-hari, misalnya pada seni tari, seni musik, dan seni suara. Tapi pada suku Betawi juga terdapat upacara adat yang berkaitan dengan religius. Upacara-
upacara tersebut antara lain:

a.  Kekeba/upacara nujuh bulan
        Kekeba adalah upacara nujuh bulan yang diadakan pada saat hamil tujuh bulan, dan biasanya  dipimpin oleh seorang dukun atau paraji.

b.  Potong Rambut

        Potong rambut adalah upacara pemotongan rambut bayi yang pertama kali setelah bayi berumur 36 hari dan upacara ini sering disebut upacara selapanan.

c.   Upacara Kerik tangan
      Upacara kerik tangan adalah upacara serah terima perawatan bayi kepada pihak keluarga yang melahirkan. Selama berlangsungnya upacara ini harus diiringi dengan pembacaan shalawat Nabi sebanyak 7 kali.

d.    Upacara Khitanan
          Upacara khitanan adalah upacara peralihan dari masa kanak-kanak memasuki masa remaja dengan maksud agar kesehatan alat kelamin mudah dibersihkan. Upacara ini biasanya juga disebut dengan upacara sunatan/sunat.
                                        

       Sistem Bahasa Suku Betawi

Bahasa Betawi merupakan bahasa sehari-hari suku asli ibu kota negara Indonesia yaitu Jakarta. Bahasa ini mempunyai banyak kesamaan dengan Bahasa resmi Indonesia yaitu Bahasa Indonesia. Bahasa Betawi merupakan salah satu anak Bahasa Melayu, banyak istilah Melayu Sumatra ataupun Melayu Malaysia yang digunakan dalam Bahasa Betawi, seperti kata “niari” untuk hari ini. Persamaan dengan bahasa-bahasa lain di Pulau Jawa, walaupun ada bermacam-macam Bahasa, seperti Bahasa Betawi, Bahasa Sunda, Bahasa Jawa, Bahasa Madura, dan lain sebagainya tetapi hanya Bahasa Betawi yang bersumber kepada Bahasa Melayu sepertihalnya Bahasa Indonesia. Bagi Orang Malaysia mendengar Bahasa ini mungkin agak sedikit tidak faham, kerana bahasa ini sudah bercampur dengan bahasa-bahasa asing, seperti Belanda, Bahasa Portugis, Bahasa Arab, Bahasa Cina, dan banyak Bahasa-bahasa lainnya. Tetapi Bahasa ini adalah Bahasa yang termudah dimengerti oleh Orang Malaysia dibandingkan Bahasa Pulau Jawa yang lain selain Bahasa Indonesia.

Ciri khas Bahasa Betawi adalah mengubah akhiran “A” menjadi “E”. sebagai contoh,Siape, Dimane, Ade Ape, Kenape. Sifat campur-aduk dalam dialek Betawi adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum yang merupakan hasil perkawinan berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lai n di Indonesia maupun kebudayaan yang berasal dari negara – negara asing. Ada juga yang berpendapat bahwa suku bangsa yang mendiami daerah sekitar Batavia juga dikelompokkan sebagai suku Betawi awal (proto Betawi). Menurut sejarah, Kerajaan Tarumanagara, yang berpusat di Sundapura atau Sunda Kalapa, pernah diserang dan ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya dari Sumatera. Oleh karena itu, tidak heran kalau etnis Sunda di pelabuhan Sunda Kalapa, jauh sebelum Sumpah Pemuda, sudah menggunakan bahasa Melayu, yang umum digunakan di Sumatera, yang kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional.

Untuk berkomunikasi antar berbagai suku bangsa, digunakan Bahasa Indonesia. Selain itu, muncul juga bahasa gaul yang tumbuh di kalangan anak muda dengan kata-kata yang terkadang dicampur dengan bahasa asing. Beberapa contoh penggunaan bahasa ini adalah Please dong ah!, Cape deh!, dan So what gitu loh!
Berikut beberapa contoh pengelompokan bahasa Betawi adalah sebagai berikut :

·         Bahasa Betawi yang apabila pada bahasa Indonesia berakhir dengan vokal a´, maka dalam bahasa Betawi diganti dengan vokal e´.
Contoh :
- apa    =  ape
- gula   =  gule
- tua     =  tue
- saya  =  saye
·         
     Secara fonologis juga ditandai dengan hilangnya konsonan h´ yang pada tiap kata bahasa Indonesia menggunakan vokal h´.
Contoh:
           - duapuluh       =  duapulu
- tujuh              =  tuju
- pilih               =  pili
- boleh             =  bole



Sistem Mata Pencaharian

Kini Jakarta yang berpredikat sebagai Daerah Khusus Ibukota, luas wilayahnya 600 Km2 dan secara astronomis terletak diantara 608 - 11045 L.S. dan 94045Â - 94005 B.T. Rata-rata tinggi wilayah dari permukaan air laut kira-kira 7 meter. Di wilayah bagian Selatan keadaan tanahnya lebih subur dibandingkan dibagian Utara, sehingga di daerah ini penduduk asli kebanyakan mata pencaharian utamanya adalah bertani, baik bertani padi, sayur-sayuran maupun buah-buahan. Dengan perkembangan penduduk yang semakin meningkat, maka tanah-tanah pertanian maupun perkebunan semakin sempit karena dijadikan tempat pemukiman baru. Hal tersebut turut merubah mata pencaharian penduduk menjadi pedagang, buruh, tukang dan sebagainya. Sedangkan mereka yang bermukim di daerah Utara umumnya menjadi nelayan.

Mata pencaharian orang Betawi juga dapat dibedakan antara yang berdiam di tengah kota dan yang tinggal di pinggiran. Di daerah pinggiran sebagian besar adalah petani buah-buahan, petani sawah dan pemelihara ikan. Namun makin lama areal pertanian mereka makin menyempit, karena makin banyak yang dijual untuk pembangunan perumahan, industri, dan lain-lain. Akhirnya para petani ini pun mulai beralih pekerjaan menjadi buruh, pedagang, dan lain-lain. Berikut beberapa contoh mata pencaharian dari beberapa kampung yang termasuk dalam masyarakat Suku Betawi :

Kampung Kemanggisan dan sekitaran Rawabelong banyak dijumpai para petani kembang (anggrek, kemboja jepang, dan lain-lain). Dan secara umum banyak menjadi guru, pengajar, dan pendidik. Profesi pedagang, pembatik juga banyak dilakoni oleh kaum betawi. Petani dan pekebun juga umum dilakoni oleh warga Kemanggisan.

Kampung yang sekarang lebih dikenal dengan Kuningan adalah tempat para peternak sapi perah.Di kampung Paseban banyak warga adalah kaum pekerja kantoran sejak zaman Belanda dulu, meski kemampuan pencak silat mereka juga tidak diragukan. Guru, pengajar, ustadz, dan profesi pedagang eceran juga kerap dilakoni.